SEKILAS TENTANG SAYA
Nama
saya Zulfa Amalia. Lahir di Banyuwangi 10 Mei 1991. Sebagai anak pertama dari
tiga bersaudara yang berketurunan Madura, saya dibesarkan dalam lingkungan yang
sarat dengan nilai keislaman yang tinggi. Sejak kecil (sebelum TK) saya sudah
belajar mengaji di Taman Pendidikan Quran (TPQ) dan di Surau milik saudara dari
Abah (Bapak) saya. Bahkan ketika di bangku SD saya mengaji kitab saat menjelang
adzan shubuh setiap hari hingga lulus SD. Saat lulus SD, saya dirantaukan oleh
orang tua ke kota Jember untuk nyantri
di pesantren ASHRI (As-Shiddiqi Putri). Menempuh pendidikan di pesantren
merupakan proses yang cukup berat. Bagaimana tidak, tidur dan bangun hingga
waktu untuk mandi dan makan sudah terjadwal rapi, dan harus diikuti oleh semua
penghuni pesantren. Sedangkan saya, bukan tipe orang yang suka diikat jadwal.
Tujuh
tahun tinggal di pesantren, menuntaskan SMP dan SMA di sana. Saya memutuskan
untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri dan keluar dari kota
Jember. Ya, harus negeri karena sejak SD hingga SMA merasakan sekolah di
swasta. Harus keluar kota Jember karena merasa sudah bosan tingga di kota
tersebut. Alasan yang sangat sederhana. Akhirnya diterima di UIN MALIKI MALANG
dan UNIVERSITAS JEMBER. Saya bahagia bisa diterima di UIN MALIKI MALANG,
artinya keinginan saya untuk sekolah di PTN luar Jember tercapai. Namun
keinginan tersebut ditolak oleh orang tua. Orang tua menginginkan saya tetap di
Jember. Alasannya karena tidak terlalu jauh dari tempat tinggal saya, dan
karena saya anak perempuan jadi orang tua tidak ingin saya berada di tempat
yang jauh. Akhirnya saya kuliah di Universitas Jember (Unej) mengambil jurusan
Sastra Indonesia.
Lulus
kuliah saya dipinang oleh seorang laki-laki, yang kebetulan teman main saat
masih kecil. Tetangga belakang rumah yang jaraknya hanya lima langkah dari
rumah saya. Cerita cinta kami berawal dari sebuah kejadian yang tidak terduga.
Banyak peristiwa yang kami hadapi selama pacaran sampai menuju pernikahan.
Termasuk hubungan putus nyambung selama kurang hampir tiga tahun. Restu orang
tua yang didapatkan susah payah. Sampai akhirnya kami menikah di tahun 2014.
Saat ini, saya telah dikaruniai anak perempuan yang masih berusia empat bulan.
Menjadi
ibu merupakan perubahan besar bagi hidup saya. Saya tidak menyangka bahwa
proses hidup ini sedemikian cepat. Keinginan saya saat lulus kuliah adalah
bekerja sebagai broadcasting atau
meneruskan ke jenjang S2. Tetapi takdir mencatatkan saya menikah, dan sekarang
menjadi seorang ibu. Proses dadakan tanpa persiapan apa-apa. Saya bersyukur
hidup saya terasa sempurna karena hadirnya anak. Hanya saja kadang saya merasa
tidak punya cukup waktu melakukan hobby saya semenjak ada anak. Keseharian saya
adalah mengurus anak dengan tangan sendiri. Komitmen yang saya bangun sejak menikah
bersama suami bahwa anak kami harus diurus berdua. Mungkin karena saya titpikal
orang yang tidak bisa menaruh kepercayaan terhadap orang lain, terutama orang
yang baru kenal. Apalagi sekarang banyak kasus tentang kekerasan terhadap anak.
Hal ini yang menjadikan saya memutuskan menjadi ibu full time tanpa Baby Sitte,
tentunya dengan bantuan suami dan orang tua sekaligus mertua. Terkadang merasa
kewalahan, tetapi saya sangat bahagia bisa mengikuti perkembangan anak setiap
harinya.
Beberapa
hari dalam seminggu, saya mengisi aktivitas sebagai pengajar di tempat
bimbingan belajar di desa saya. Hanya satu setengah jam setiap tiga hari dalam
seminggu. Sebenarnya menjadi guru bukanlah cita-cita saya. Cita-cita saya
adalah menjadi penulis. Saya merasa passion
saya adalah menulis, meskipun sejak memiliki anak saya merasa kurang waktu
untuk menyalurkan passion saya.
Impian saya yang lain adalah bisa keliling dunia lewat passion yang saya miliki. Impian yang mungkin hanya mimpi belaka
untuk saya. Karena keterbatasan waktu untuk bisa membuat karya, keterbatasan
keterampilan dalam berkata-kata, keterbatasan ide-ide, dan
keterbatasan-keterbatasan lainnya.
Banyuwangi, 14 Januari 2014
#OneDayOnePost
#HariKeempat
10 komentar
kisah hidup yg bagus mba
BalasHapusAlhamdulillah, makasih Bang Sae:)
HapusOk Mbak... Tapi ada yg ganjal dikitt... Itu yg kalimat : termasuk hubungan putus nyambung selama kurang hampir tiga tahun...lbh enak kalau kata kurangnya hilang mbak Zulfa...atau kata hampir diganti lebih... :) Btw cemburu deh dg Mbak Zulfa yg jd full time mother...
BalasHapusOke;) makasih masukannya. Semoga kedepannya tulisan saya semakin baik. Btw, Aminy Harros cewek or cowok? Soalnya saya bingung harus manggil mbak atau mas hehehe
HapusOk Mbak... Tapi ada yg ganjal dikitt... Itu yg kalimat : termasuk hubungan putus nyambung selama kurang hampir tiga tahun...lbh enak kalau kata kurangnya hilang mbak Zulfa...atau kata hampir diganti lebih... :) Btw cemburu deh dg Mbak Zulfa yg jd full time mother...
BalasHapusKeterbatasan akan menempa mu ;) tetap semangatttt
BalasHapusSemangat!!!!! :)hihihi
HapusMnginspirasi bgt, aplgi saya blm nikah n pnya anak, mba keren
BalasHapusAh, Mbak Rina terlalu memuji:) telinga saya jadi gede nih hahaha
HapusMnginspirasi bgt, aplgi saya blm nikah n pnya anak, mba keren
BalasHapus