BENTENG
Remaja. Satu kata yang entah bagaimana aku harus
mengartikannya. Penuh dengan mimpi-mimpi besar. Bahkan aku tidak mampu bila
harus meng-list-kan impian-impianku
dalam daftar. Satu mimpi yang kutulis tebal dengan huruf kapital dalam hati dan
pikiranku setiap saat. Aku ingin keliling dunia. Mimpi ini bukan hanya menjadi
sekedar mimpi, tetapi telah menjadi tujuan hidupku. obsesi ini muncul saat masa
kanak-kanak. Menikmati taman kanak-kanak di desa terpencil di bagian timur
Pulau Jawa, tentu saja mustahil bila mimpi ini suatu saat akan terwujud.
Dinding-dinding sekolahku dipenuhi tempelan-tempelan
poster bergambar buah-buahan, hewan, tumbuhan, dan satu poster mencolok yang
berukuran lebih besar dari poster-poster yang lain. Aku selalu menyebut poster
tersebut dengan sebutan ‘benteng’, mungkin karena gambarnya lebih mirip mainan
legoku yang disulap menjadi benteng besar oleh Ayah. Guru TK-ku selalu
mengucapkan kalimat yang sama setiap harinya saat pulang sekolah.
“Tuntutlah ilmu sampai ke Negeri Cina” katanya sambil
menunjuk pada poster benteng favoritku. Entah apa artinya itu, tetapi semua
murid dan termasuk aku mengangguk sembari menjawab, “Baik, Bu”.
Dasarnya memang anak kecil, mana tahu arti dari kata
“Negeri Cina”. Yang jelas semenjak hari pertama masuk sekolah, gambar dan
kata-kata itu tertanam dalam naluriku. Hingga menginjak remaja, dan aku mulai
paham arti dari kalimat yang selalu guru TK-ku ucapkan. Cina menjadi tempat
yang ingin pertama kali kukunjungi jika ada kesempatan ke luar negeri. Bukan
karena dorongan kalimat guru, melainkan karena ‘benteng’nya yang membuatku
penasaran. Tepatnya, aku jatuh cinta dengan ‘benteng’ panjang yang terlihat kokoh
tak terkalahkan tersebut.
Perjalanan dan proses meraih mimpi memang bukan perkara
mudah. Tidak semua hal yang diimpikan tidak mengalami banyak tantangan. Namun
bagiku, tantangan dan rintangan adalah proses perbaikan diri untuk pencapaian
impian. Sejauh ini, aku masih bertahan pada mimpiku. Tetapi ada satu hal, saat
aku mulai merasa redup dengan impianku. Cinta. Satu kata yang bisa membuat
taman bunga mekar tanpa pernah layu setiap harinya, tetapi bisa membunuh siapa
saja yang mencoba diam-diam memetiknya tanpa tahu bahwa bunga itu berduri.
Pernakah kalian mendengar ungkapan yang menyatakan bahwa,
cinta pertama anak perempuan adalah Ayahnya? Ya. Aku pun merasakan hal yang
sama. Aku jatuh cinta pada sosok laki-laki ini. Bagiku, Ayah bukan hanya
sebagai orang tua, tetapi lebih kepada motivator dan perantara pembuka jalan
bagi mimpi-mimpiku. Aku ingat semasa kecil aku bertanya tentang Cina. Negara
yang sampai detik itu masih kusebut ‘benteng’. Ayah menjawab.
“Cina itu negara yang ditunjuk Rasulullah sebagai pusatnya
ilmu. Asya cinta Rasullah? Berarti Asya suatu saat nanti harus ke Cina, cari
ilmu di sana. Mengikuti sunnahnya Rasul” katanya mencoba memberiku penjelasan
dengan menggunakan bahasa anak kecil supaya mudah kumengerti. Tetapi tetap saja
penjelasan tersebut belum juga membuka otakku tentang ‘benteng’ favoritku.
“Kalau mau ke Cina naik apa, Yah? Jauh gak? Nanti Asya
muntah lagi kayak waktu ke rumah Bude Tutik” tanyaku polos sambil membantu Ayah
menyusun lego membentuk benteng-benteng kesukaanku.
“Ya nggak dong, ke Cina gak naik bus kayak ke rumah Bude
Tutik” timpal Ayah sembari tersenyum geli menahan tawa.
“Lalu?’
“Besok coba Asya tanya Maeko. Dia kan pernah ngasih Akira
souvenir magnet untuk hiasan kulkas yang bergambar benteng, Maeko pasti tau
caranya buat bisa sampai ke Cina” tutur Ayah seakan memberiku PR.
“Hah? Kenapa tanya Maeko, Yah?” tanyaku tak mengerti.
Liburan semester lalu, Maeko, teman sekelas sekaligus tetanggaku pergi
mengunjungi neneknya yang aku tak tahu tempatnya di mana. Pulang dari berlibur
Maeko memberiku oleh-oleh souvenir magnet untuk ditempelkan di kulkas bergambar
‘benteng’ favoritku. Dia sangat paham bagaimana aku sangat mengagumi
‘benteng-benteng’ kokoh tersebut.
“Sudah, besok Asya tanya Maeko ya. Eh udah jadi nih
bentengnya” tandas Ayah mengalihkan perhatianku dari wajahnya ke benteng kokoh
yang selesai dibuatnya. Benteng yang akan selalu menjadi favoritku.
................
Saat ini aku sudah remaja. Aku sudah tahu bagaimana cara
untuk sampai ke Cina, menemui ‘benteng’ favoritku. Aku tahu dari mana Maeko
memberiku souvenir magnet yang bergambar benteng-benteng tersebut. Aku sudah
tahu kenapa Rasulullah mewariskan hadits “tuntutlah ilmu sampai ke Negeri
Cina”. Aku mengantongi semua pengetahuanku tentang ‘benteng’ dan terus bermimpi
dan bertekad akan kesana. Tetapi takdir membawaku pada satu kotak yang
membuatku tak bisa bergerak. Aku patah hati pada cinta pertamaku. Bukan karena
diduakan, melainkan karena aku kehilangan. Bukan kehilangan sosoknya, melainkan
kehilangan semagatnya. Semangat yang memotivasiku, dan semangat yang membuatku
untuk terus maju bermimpi mewujudkan impian.
Ayahku mengidap stroke. Penyakit yang membuatnya harus
rela hanya berbaring di tempat tidur sepanjang hari. Sepanjang bulan. Bahkan
sepanjang dua tahun ini. Dia harus rela separuh tubuhnya melemah hingga nyaris
tak bisa digerakkan. Bersama dengan itu semua, mimpiku pun juga ikut lumpuh.
Hidup berdua dengan Ayah sedari kecil bukan hal yang mudah bagiku melewati
perjalanan hidup. Entah apa yang membuat ibuku pergi meninggalkanku. Hingga
seusia sekarang, aku tak pernah tanyakan hal itu pada Ayah. Yang aku tau, hanya
Ayah yang aku punya di hidupku. Lalu apa yang bisa kukerjakan sekarang dengan
kondisi hidupku yang sekarang? Aku nyaris ingin mati bersama mimpi-mimpiku.
Aktivitasku berubah. Aku tak lagi menghabiskan waktu
berlama-lama disekolah bersama teman-teman. Hal yang biasanya kulakukan
sepulang sekolah. Aku tak lagi ikutan kerja kelompok di sekolah atau di rumah
teman. Aku tak lagi mengikuti ekstrakurikuler sekolah. Aku tak lagi menyempatkan
diri di laptop untuk menulis. Tak ada yang bisa kulakukan lagi, kecuali
mengurus satu-satunya harta yang aku punya. Ayahku. Bahkan, aku sudah mulai
melupakan ‘benteng’ favoritku. Melupakan? Tidak. Mungkin aku hanya
menyimpannya. Suatu hari nanti dengan tekad yang masih sama, aku berharap
impianku menjadi kenyataan.
#OneDayOnePost
#HariKelima
4 komentar
mbak zulfa...keren banget mbak!
BalasHapusayah juga super hero ku dari kecil. ensiklopedia berjalan Yang ditanya APA aja pasti Tahu.
semoga ayahnya senantiasa diberi kesehatan Dan jmur panjang.
semoga impian Dan cita2 mbak segera diwujudkan oleh Allah ya.
kalo saya impiannya "ingin merasakan musim gugur di tanah Yang menumbuhkan pohon Yang meranggaskan daun keemasan" hhehehe
sekali lagi tulisannya sangat menyentuh. :D
Makasih mbak Sabrina.
HapusKisah ini tidak seluruhnya nyata. Kisah ini saya ambil dari kehidupan adik kandung saya yg saat ini remaja. Kelas 1 SMA. Mungkin ini hanya sebagian kecil yg adik saya rasakan, karena saya tidak sepenuhnya tahu perasaan dia ketika ayah kami divonis stroke. Saya hanya tidak ingin dia kehilangan mas remajanya.
Terima kasih sudah berkomentar. Semua Ayah di dunia ini adl hebat. Semoga keluarga mbak dilimpahkan kesehatan.
Semoga impiannya segera terwujud:) aamiin
terus gapai impianmu, nak
BalasHapusSemoga mimpinya bisa tercapai. Aamiin.
BalasHapus#SalamMenulis