STANDAR KESUKSESAN

Standar kesuksesan tiap orang beda. Perspektif orang memandang kesuksesan juga berbeda. Nggak bisa kita kekeuh pada pendapat sendiri sementara orang lain harus ngikutin perspektif kita.


Tapi pernah gak sih kesel sama orang yang mengagungkan harta sebagai titik kesuksesan? Kemudian dibanding-bandingin sama orang yang dari segi financial masih pas-pasan.
Gini ya, aku kasik beberapa gambaran standar kesuksesan seseorang.

Pertama, sebagian besar manusia memang kerap mengukur materialistis sebagai dewanya kesuksesan. Makanya nggak jarang banyak orang yang rela ngutang abis-abisan biar dibilang sukses sama orang lain. Punya rumah mewah, mobil bagus, HP mahal, tas branded, pakaian branded berlian di kuping, leher, jari, tangan, kaki, dan di seluruh anggota tubuh lainnya biar dibilang kaya. Padahal dibalik penampilannya yang sok itu ada kepusingan tagihan tiap bulan, cicilan merajelela. Hanya karena pengen muasin nafsu belaka. Cuma pengen dibilang keren sama sana-sini, eh nggak taunya pada kredit semua. Yang kaya beneran aja nggak segitunya juga berpenampilan. Yang banyak duitnya beneran kadang juga masih pakek kolor kemana-mana, masih suka pakek daster, belanja ke pasar, naik angkot, pakek sandal jepit.

Kedua, manusia dengan sisi lain yang berbeda. Bagi tipe ini sukses yaitu bahagia. Biasanya manusia yang begini lebih mensyukuri hidup. Gak ngutang, makan seadanya, hidup gak banyak drama, jalanin yang ada di depan mata.  Gak harus hidup bergelimang harta, yang penting happy. Bahagia lahir dan batin.

Iya sih, harta juga bikin bahagia hidup seseorang. Tapi telaah dulu, harta yang wujudnya kayak gimana dulu nih? Yang dapat ngutang, atau yang dapat dari perjuangannya?

Yang dapat ngutang. Benarkah merasa bahagia? Aku rasa sih enggak. Bayangin aja tiap bulan harus bayar cicilan ini itu. Belum lagi kalo harus dikejar-kejar rentenir. Kayak gitu bahagia? Bahagia sih, tapi sesaat. Bahagia bangun rumah megah hasil pinjam dari bank, bahagia pas mobil baru udah parkir di garasi rumah, berlian se set nangkring di badan, tas branded bergelantungan di lengan, pakaian branded berkibar-kibar. Tapi dari hasil apa? Hasil ngutang. Begitu akhir bulan datang, yang ada pusing pala bebi!! Ya nggak papa sih, ngutang juga bukan kesalahan. Ngutang mah boleh, bebas. Tapi untuk apa dulu? Kalo tujuannya bener sah-sah aja. Buat modal usaha contohnya. Ini ngutang yang bener. Uangnya juga pasti buat muterin itu usaha. Tapi kalo ngutang buat ngedepanin gengsi, ini yang kudu dibenerin.

Bandingan sama manusia yang milih hidup apa adanya, nggak banyak tingkah, sederhana, banyak bersyukur. Aku yakin pasti bahagia. Karena apa? Karena hidup yang disyukurin itu yang merasa telah dicukupkan Allah. Sadar bahwa kemampuannya udah ditakar sama Yang Atas. Nggak sensitifan, dibisikan tetangga sebelah beli kulkas 15 pintu slow-slow aja. Nggak kayak cacing kepanasan menggeliat pengen ngadem juga. Malah ngucapin selamat sama tetangga. Baaah.. ini mah sukses yang gak kenilai lagi. Legowo atinya, adem pikirannya, dan mensyukuri hidupnya. Toh ntar kalo udah nyampek waktunya Allah nurunin semuanya. Nggak cuma rumah atau mobil, hotel, pesawat, bisnis lancar sampe ke luar negeri, udah Allah catet. Nggak ada yang tau, kecuali Dia.

Sekarang pilih mana, mensyukuri yang ada trus nanti Allah numpahin berlian? Atau maksain gengsi trus Allah  nggak mau ikut campur?

Lagi ya, kalo kita lihat, hidup orang lain kayaknya enak banget. Punya segala fasilitas lengkap, dapat warisan dari orang tua jadi gak perlu capek-capek kerja dari nol, rumah ada tinggal nempatin, mobil tinggal ngendarain, usaha tinggal ngelanjutin. Tapi gak pernah ngerasain yang namanya proses. Mental loyo, ngadepin permasalahan dikit udah kayak mau mati aja. Atau ngeliat teman yang udah sukses, kerja di luar negeri, tapi hatinya kosong. Jauh dari keluarga, atau dia sendri bahkan pengen berkeluarga tapi kehambat kerjaan. Nggak ada yang tau hati seseorang. Dan kata “sukses” yang dilabelkan pada seseorang itu nggak harus pada orang yang kaya secara finansial, tapi juga kaya hati. Tergantung siapa dan untuk siapa gelar sukses itu dinobatkan.

Aku ngomong gini bukan ngeliat diri sendiri merasa hebat. Justru ini untuk ngingetin aku bahwa suksesku masih jauh. Aku jg masih ngutang, sering ngeluh, kurang bersyukur, suka ngiri sama hidup orang lain, pengen dapetin sesuatu tapi kadang masih males kerja. Pengen didik anak supaya jadi manusia yg bermanfaat untuk orang lain tapi diri sendiri pelit sedekah. Tapi serius loh, mendidik anak biar jadi manusia berguna itu lebih berkelas ketimbang ngajarin anak supaya jadi orang kaya. Nanti kita bahas ditulisan selanjutnya.

IBU DAN AKU BERBEDA

Gak semua cara didik yang dilakukan orang tua untuk anaknya sudah tepat dimata sang anak. Namun apa yang dilakukan orang tua untuk anak sudah jelas demi kebaikan sang anak.
***
Acap kali kita mendengar banyak para orang tua membandingkan anaknya dengan anak si A, B, atau C. Seolah anaknya tidak lebih dari sekedar merepotkan orang tua dalam hidupnya. Itulah yang dirasakan si anak. Kejadian ini sering menjadi pemicu dalam kepribadian si anak. Dimana anak menjadi mudah strees ketika menghadapi masalah, minder, tidak percaya diri atas segala hal yang ada dalam dirinya, cenderung menjauhkan diri dari lingkungan, lebih senang sendiri ketimbang berkumpul dengan teman sebayanya, dan dampak lain yg diterima anak. Kenapa saya mengatakan demikian? Karena hal itulah yang terjadi dalam hidup saya.
***
Ibu terutama, kami sering berbeda pendapat, cekcok mulut, dan perdebatan yang hampir ada setiap kami bertemu. Kami berbeda frekuwensi. Entah kenapa saya melihat ibu sering membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain. Yang kena getahnya hidup saya. Mungkin tujuan ibu membandingkan dengan anak lain supaya saya bisa belajar hal baik dari anak tersebut. Iya tujuannya benar, tapi caranya salah menurut saya. Contoh, saat kecil ibu selalu membandingkan saya dengan anak tetangga. Si anak tetangga ini rajin bantuin orang tuanya, sedangkan saya ogah-ogahan.  Saat saya mulai membantunya membereskan rumah, dibilang kerjaan saya kurang bersihlah, kurang rapihlah, ini itulah sambil mengomel. Hal itu membuat saya malas untuk membantunya lagi. Saya menganggap apa yang saya lakukan tidak diapresiasi tetapi malah dijatuhkan. Perdebatan kecil inilah yang terkadang membuat hubungan kami kurang harmonis.
***
Satu pelajaran yang dapat saya terapkan. Ketika orang tua ingin anak mencontoh apa yang kita lakukan, jangan hanya dicekoki teori tanpa memberinya praktek. Beri dia contoh yang benar dengan melibatkan dia saat kita melakukan suatu hal. Ketika anak berhasil mengerjakannya sendiri, berikan dia pujian, beri apresiasi supaya dia merasa telah melakukan hal tersebut dengan sempurna. Meskipun masih perlu banyak perbaikan, setidaknya kita menghargai yang dia lakukan.
Jangan membandingkan dengan anak lain. Karena itu hanya akan membuat anak tidak percaya diri untuk mencoba, membuatnya takut salah, membuatnya merasa tidak bisa, yang akhirnya hanya akan membuatnya tidak berani mencoba.
***
Salah satu didikan saya terhadap Akira. Apa yang saya dapat dari orang tua tidak semua saya terapkan untuknya. Banyak hal yang perlu saya filter, karena saya tidak ingin Akira tumbuh menjadi seperti saya. Tidak percaya diri, penakut dalam bemimpi, dan tidak berani keluar dari zona aman.
***
Diantara perdebatan yang terlewati dengan ibu, beliau wanita tangguh yang belum pernah saya temuin di dunia. Dan satu hal penting yang terapkan dalam hidup saya dari ibu, pesan ibu sampai. Saat saya punya rumah sendiri, saya agak risih melihat rumah kotor. Alhasil saya suka bersih-bersih rumah, walupun untuk urusan masak, mencuci piring, dan meyetrika itu seperti menjadi musuh terbesar saya.
***
Ucapan orang tua itu benar, kita belum bisa ngerasain apa yang dirasakan orang tua sebelum kita menjadi orang tua yang sesungguhnya. Itulah yang sering saya renungkan.

Terlepas dari itu semua. Ibu saya adalah ibu terbaik dan terhebat di dunia. Dan saya akan jadi ibu terasik untuk Akira. 

BUKU VS FILM



Pada dasarnya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Begitu pula penyajian cerita yang disampaikan lewat buku dan film. Menurut saya, buku mampu mengekpsresikan rasa lebih mengena kepada pembaca. Pembaca seolah dibawa masuk ke dalam cerita dan merasakan langsung kejadian yang terjadi didalamnya. Selain itu, proses kejadian diceritakan secara detil, contohnya seperti latar waktu, tempat, dan suasana.
Buku juga memiliki keistimewan lain, bagi saya. Buku praktis, bisa dibawa kemana-mana, dibaca kapan saja dengan posisi sesuka hati. Membacanyapun bisa dicici, tidak harus diselesaikan sekali duduk, dan yang paling spesial dari sebuah buku adalah keberadaannya di rak buku saya. Ada rasa bangga tersendiri melihat deretan buku terpajang di sana. Buku meninggalkan jejaknya dalam hadirnya menemani malam-malam saya sepanjang usia.
Sekarang bahas film.
Banyak buku yang difilmkan, keuntungannya adalah menonton film tidak perlu berimajinasi. Kita tinggal duduk manis menonton, menikmati suguhan yang sudah diciptakan dengan sangat apik. Tidak perlu capek-capek membaca. Tetapi terkadang banyak film yang jalan ceritanya berbeda dengan buku aslinya. Menurut saya, hal tersebut menghilangkan kesan asli dari bukunya. Banyak pula buku yang kemudian difilmkan, setting dan jalan ceritanya diluar ekpektasi saya. Film tidak bisa meninggalkan jejak. Setelah menonton, keluar dari biskop selesai. Kalaupun punya file filmnya di laptop, sewaktu-waktu dapat dihapus jika memory laptop tidak mencukupi, lalu diganti dengan film yang baru.
Pada intinya, buku dan film memiliki kelenihan dan kekurangan tersendiri. Yang jelas, sebagai warga Indonesia yang baik dan cinta tanah air, apapun karya anak bangsa harus dihargai dan diapresiasi dengan baik. Caranya dengan membeli bukunya yang asli, menonton filmnya dengan resmi. Dengan demikian, secara tidak langsung kita ikut andil dalam memberantas tindakan kejahatan berupa pembajakan. Mencintai dan menghargai jerih payah, kerja keras, keringat para pembuat karya akan lebih menjadikan kita lebih bermanusiawi. Bersikap bijaksana terhadap karya-karya yang tekah dibuat dengan tidak mudah. Karena membuat karya adalah proses yang panjang, butuh riset, waktu yang tidak sebentar, dan ide-ide baru yang harus digali supaya dapat diterima dan dikonsumsi masyarakat dengan layak. Seperti slogan yang selalu diucapkan kebanyakan penulis yaitu, baca bukunya dan tonton filmnya.



#OneDayOnePost
#FebruariMembara
#Day6

ANTARA MUSIBAH DAN CINTA



            Air bah itu tiba-tiba saja datang disaat aktivitas tidak lagi dilakukan, disaat semua orang tengah terlelap dalam mimpi-mimpi indah mereka. Banjir bandang melahap semua yang ada di hadapannya tanpa memberinya ampun.
"Banjiiiiiiiiiir" Teriak orang-orang di sana sini.
Orang-orang hilir mudik kesana kemari tak menentu mencari tempat yang lebih aman. Ada yang membawa televisi, ada juga yang membawa kasur atau spring bed, ada juga yang membawa buntalan pakaian. Kanal-kanal di sekitar jalan menuju Balung meluap, menumpahkan segala isinya merata ke segala penjuru manapun sesukanya tanpa peduli dimana ia akan mengalir. Baru kali ini, Balung merata terkena banjir. Sebuah pemandangan yang sangat begitu mengerikan sekaligus mencengangkan. Balung sudah seperti lautan yang tepinya sulit terjangkau oleh sejauh mata memandang.
Bulu roma bergidik begitu melihat hamparan rumah penduduk berubah dalam sekejap hanya dalam hitungan menit menjadi lautan. Berharap-harap cemas dimana rumah tinggal yang sebelumnya mereka huni tak ikut terkena amarah dari luapan air bah. Mobil-mobil berjajar rapi diparkir di sisi jalan yang berjarak kira-kira sepuluh meter dari banjir. Di sisi lain bengkel motor tengah meraup laba yang sangat menggembirakan karena banyak motor yang mogok yang dipaksa untuk jalan di tempat banjir.
Di tempat berbeda tapi dalam waktu yang sama Shira mondar-mandir dengan handphone tergenggam ditangannya. Berkali-kali dia mencoba menelpon nomor yang sama namun hasilnya nihil.
“Maaf nomor yang Anda hubungi sedang berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi” Operatorpun berkali-kali menjawab telepon Shira. Kecemasan tampak diwajahnya yang putih nan cantik itu. Malam itu shira tidak bisa tidur, dia menonton berita di televisi yang memberitakan perkembangan banjir yang baru saja terjadi di kampung halamannya. Membaca dengan teliti nama-nama korban yang terkena banjir bandang, berharap menemukan nama orang-orang yang dikenalnya tapi tidak masuk dalam deretan korban yang meninggal, luka boleh yang tepenting adalah selamat dari ganasnya air bah itu. Tapi Shira tidak menemukan nama-nama orang yang dicarinya, dia malah menemukan nama tetangganya masuk dalam deretan korban meninggal, hati Shira semakin tak menentu.
  Jelas saja Shira merasa cemas, khawatir dan takut, di kampung halamannya tinggal Eyang Wiwik dan Eyang Herman yang menggantikan posisi orang tua Shira yang sudah lama mennggal ketika Shira masih kecil. Ponsel Shira bunyi, ada SMS dari temannya.
“Besok kita kumpul di Kampus, kita akam menjadi relawan korban banjir yang terjadi di Balung. Mohon kehadirannya tepat pukul 8.00”. Tapi Shira seperti tidak bisa menunggu hari esok, ia ingin segera pulang. Ingin segera mengetahui kabar Kakek dan Neneknya.
Pagi itu di kampus Shira dan teman-temannya sudah berkumpul, mereka akan turut serta membantu berpartisipasi untuk meringankan beban para korban bencana banjir bandang. Shira ditunjuk sebagai koordinator lapangan. Mereka langsung berangkat menuju lokasi kejadian.
 Selama perjalanan menuju tempat lokasi Shira merasa was-was. Bagaimana tidak, di sepanjang perjalanan menuju kampung halamannya dia terus mencoba menelpon orang-orang di desa yang dia ketahui nomor ponselnya tapi sama sekali tak ada jawaban. Sedari tadi Shira meremas-remas tangannya, ia tampak tidak tenang sama sekalli. Perjalanan sudah mendekati lokasi bencana, pemandangan yang sungguh-sunguh miris. Desa yang baru ditinggalkannya dua minggu lalu sebelum Shira kembali ke Jember untuk bersekolah tampak jauh berbeda. Tak ada lagi rumah-rumah mewah yang berdiri di pinggir jalan, tapi kanal di sepanjang jalan mulai telihat tenang seolah tak pernah melahap desa tersebut. Banjir bandang meluluhlantakkan segalanya.
Belakangan baru diketahui jika ternyata desa Curah Malang enggan menadah air dari aliran sungai gunung pasang Panti, sedang sungai gunung pasang Panti yang melewati kanal pinggiran jalan menuju Balung meluap hingga akhirnya seluruh Balung dan desa sekitarnya mengalami banjir. Anehnya selama banjir ini, kapasitas hujan yang terjadi tidak begitu besar dan jarang terjadi. Jadi banjir ini dikarenakan limpahan air kanal yang begitu besar. Karena Balung dan sekitarnya katanya hujan yang lebat secara terus menerus tidak ada jeda waktu selama kurang lebih tiga hari.
Tak sadar air mata ini meleleh dari pelupuk mata Shira, satu demi satu jatuh membasahi pipi. Air mata yang mulai semalam ia tahan agar tidak tumpah kini sudah tidak tertahankan lagi. Kecamtan Balung kini seperti sudah tak jelas lagi rimbanya. Semuanya hanya mengharap menyelamatkan nyawa. Sedang materi? Meraka hanya bisa pasrah, semuanya sudah takdir dari yang Maha Kuasa. Entahlah, banjir ini akan menelan waktu sampai kapan? Yang jelas air kanal setiap jam selalu naik, tak ada tanda-tanda menyusut sedikitpun.
Shira sampai di tempat kejadian, dia dan teman-temannya disambut ramah oleh para korban dan kepala desa yang menangani tempat penampungan para korban yang selamat. Kepala desa yang bernama Surya memberi tahu data para  korban yang selamat, korban yang meninggal, korban yang terluka dan korban yang masih dalam pencarian arau belum ditemukan. Shira membaca data-data korban, dia menemukan nama “Herman” Eyangnya.
Shira menemui Eyangnya di tempat penampungan para korban yang selamat, bersyukur dia karena Eyang Hermannya hanya terluka pada bagian dan kepala lukanya pun tidak begitu parah.
“Eyang Wiwik mana Eyang?” tanya Shira setelah dia memeluk Eyangnya lama, kelegaan mulai ia rasakan. Bahagia meliputi dirinya hingga berlinang air mata.
“Eyangmu belum ditemukan” jawab Eyang Herman singkat. Shira merasakan kembali kesedihan setelah ia baru saja merasakan kelegaan. Neneknya Eyang Wiwik belum ditemukan. Bagaimana bisa?
“Bagaimana bisa Eyang Wiwik belum ditemukan Yang?” Shira bertanya dengan nada tinggi seoalah marah tetapi sedih.
“Pada waktu kejadian Eyang Herman sedang di Balai Desa mengurusi acara lomba hari jadi desa kita, saat itu memang sedang hujan lebat tapi Eyang Herman tetap harus berangkat. Sebenarnya Eyang Wiwik melarang tapi Eyang Herman memaksa. Pada saat di tengah jalan Eyang Herman melihat air bah itu dan orang berteriak banjiirrr...banjirrrr.. Eyang Herman sadar kalau itu adalah Banjir Bandang, Eyang langsung berlari kemabali ke rumah tapi belum sempat kakek menyentuh pagar rumah air itu sudah menghantam tubuh kakek terlebih dahulu dan selanjutnya menghantam rumah. Eyang sempat mendengar teriakan Eyang Wiwikmu tapi Eyang tidak bisa berbuat apa-apa, tubuh Eyang terbawa arus sampai Eyang menemukazn tiang listrik yang terjatuh, Eyang berpegangan pada tiang listrik itu sampai air mulai surut. Ketika air sudah mulai rendah kakek mencari Eyang Wiwikmu tapi tak ditemukan. Sampai sekarangngpun Eyang masih terus mencari”  Eyang Herman menceritakan kejadian ketika air bah itu datang. Sementara Shira dia menangis menutupi wajah dengan kedua tangannya. Membayangkan nenek yang begitu ia kasihi belum juga ditemukan.
***
Sudah tiga hari semenjak Shira dan teman-temannya berpartisipasi membantu para korban bencana banjir bandang tapi kabar mengenai Eyang Wiwik belum ada perkembangan. Kegelisahan semakin hari semakin ia rasakan. Namun walaupun demekian Shira dan teman-temannya total mengabdi di penampungan di Balai Desa dengan ilmu kesehatan yang dia dapat di kampusnya.
  Ditengah tugas yang cukup berat dan ketidaktenangan mengenai neneknya Shira terancam putus hubungan kisah asmaranya dengan Ryan, pacar yang sudah menemaninya selama empat tahun. Ryan pacar Shira yang sebentar lagi akan menerima gelar sarjana memintanya untuk datang dalam acara wisudanya. Shira merasa tertekan, dia merasa kegalauan sedang menyelimuti dirinya. Di satu sisi dia tidak bisa meninggalkan lokasi bencana karena posisinya sebagai koordinator lapangan, juga kabar yang masih belum ada perkembangan mengenai Eyang Wiwiknya. Di sisi lain, Ryan mengancam putus jika Shira tidak menghadiri acara wisuda yang menurutnya adalah moment terpenting dalam sejarah hidupnya.
“Aku ingin km jd salah satu bagian dlm moment sejarah hidupku yg paling berharga. Aku gak mau tau, aku hanya ingin km hadir. Kalau tidak berarti km sdh membuat keputusan u/ mengakhiri hub qta.” SMS yang Shira terima satu jam yang lalu dari Ryan.
Pada waktu yang bersamaan, di saat Shira tengah mengalami dilema yang luar biasa Surya sang Kepala desa tampak memberikan perhatian yang lebih. Apalagi semenjak kedatangan Shira dan teman-temannya untuk membantu para korban bencana, Shira dan Surya terlihat sangat dekat. Kedekatan ini karena mereka sama-sama mencari tahu keberadaan Eyang Wiwik.
Surya adalah Kepala Desa yang masih muda dan lajang, seorang sarjana dan sangat cerdas itu tampaknya memberikan perhatian khusus terhadap Shira. Shira dan Surya terlihat semakin akrab dan cocok. Jauh di lubuk hati Shira yang terdalam dia tidak mampu menahan perasaannya terhadap Ryan, namun Shira juga tidak memungkiri bahwa dirinya tertarik pada sosok Surya yang berkepribadian arif dan bijaksana.
Hari demi hari terus terlewati, waktu tidak akan pernah berhenti sampai menemui ujungnya. Kini sudah hari kedua belas, kabar Eyang Wiwik belum juga menunjukkan titik temu tap keadaan itu juga memakasa Shira mengingat hal lain yaitu Ryan. Wisuda Ryan akan dilaksanakan seminggu minggu lagi, shira bimbang harus pergi atau ti dak. Kalau dia pergi berarti dia meninggalkan tanggung jawabnya sebagia koordinator lapangan, walaupun sebenarnya kondisi lokasi bencana sudah mulai menujukkan kemajuan dan perubahan yang semakin baik, bisa saja Shira meninggalkannya dan menyuruh temannya unutk mengambil alih sementara menggantikan posisinya sebagai koordinator lapangan, tapi bukan itu yang menjadi pokok permasalahan, problema yang luar biasa adalah keberadaan sang nenek yang belum diketahui. Kalau dia tidak pergi maka hubungan asmara dirinya dan Ryan akan berakhir sampai disini. Sebenarnya Shira tak ingin hubungannya berakhir, dia sangat mencintai Ryan, dia sudah menjelaskan situasi dan masalah yang saat ini sedang melandanya tapi Ryan tidak memberinya kesempatan memilih.
Ryan adalah sosok yang baik dan pengertian, apalagi kedua belah pihak keluarga Shira dan Ryan sudah menyetujui hubungan mereka, Ryan hanya menginginkan Shira hadir sebagai pendamping saat Ryan menerima gelarnya sebagai sarjana. Entah kenapa tiba-tiba Ryan bersikeras dengan sikapnya yang membuat Shira harus mengorbankan dua hal yang sama-sama sangat berarti dalam hidupnya.
Malam itu Shira berkeliling desa yang pemandangannya sudah berubah menjadi hamparan tanah dengan bangunan-bangunan yang rusak, dia berniat untuk melepaskan penat setelah seharian tadi membantu para korban bencana. Shira berharap dia segera menemukan jawaban atas kegelisahan yang saat ini sedang menimpanya. Shira terus berjalan menyusuri jalan yang sudah teramat rusak tanpa ia tau kemana arah tujuan dan akhir perjalanan itu, dia hanya berjalan sampai dia merasa lelah untuk meneruskan langkahnya. Tanpa Shira sadari bahwa dia sudah berjalan jauh menjauhi tempat penampungan.
Wanita baya itu memakai seledang hitam yang kucel, badannya pun sangat kotor duduk bersembunyi diantara bongkahan-bongkahan kayu yang roboh. Bibirnya mengucapkan sesuatu tapi dengan suara lirih bahkan nyaris tidak terdengar, tangannya memegang kedua telinganya sambil terus menerus meneggelengkan kepala solah merasa sangat takut.
Shira sampai pada suatu tempat yang sangat sepi, tempat itu seolah telah lama tak terjamah tangan manusia. Tak ada manusia satu pun yang ia temui di sana, yang ada hanyalah puluhan rumah roboh hampir rata dengan tanah. Shira mendengar suara rintihan, entah apa yang membuatnya penasaran dia mencari asal suara yang dia dengar sampai dia menemukan wanita itu duduk diantara bongkahan-bongkahan kayu. Shira terperanjat saat mengetahui wajah wanita tua yang tersembunyi di balik selendangya adalah “Eyang Wiwik”.
Bahagia serta ucap syukur yang tiada habisnya Shira ucapkan berulang-ulang, dia seakan menemukan titik pencerahan setelah beberapa waktu yang lalu dia terpuruk pada dua masalah besar. Persoalah hati dan neneknya. Kini dia menemukan jawaban tas persoalan hati yang selama ini telah membuatnya dilema. Ya. Shira akan menghadiri acara wisuda kekasihnya. Ryan.


#Cerpen
#OneDayOnePost
#FebruariMembara
#Day5

DEMO!



Mahasiswa menilai skenario penaikan harga BBM hanya akan membebani rakyat. Mahasiswa menuntut pemerintah mencabut Undang-Undang Migas nomor 22 tahun 2001 yang selama ini menjadi pangkal carut-marutnya pengelolaan migas di Indonesia.
                “Sudah saatnya rakyat menolak kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM  menghancurkan ekonomi rakyat,” kata-kata itu terucap dari mahasiswa yang bernama Rendi salah seorang dari puluhan pengunjuk rasa yang berdemo di depan gedung DPRD Jember.
Aksi menolak kenaikan harga BBM dilakukan puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Penegak Keadilan. Mereka menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono mundur dari jabatannya jika tetap memaksakan untuk menaikkan harga BBM per April mendatang. Dalam aksi yang dipusatkan di sekitar Bundaran Gedung DPRD Jember itu, mahasiswa menyerukan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan SBY-Boediono yang dianggap tidak pro rakyat. Pengunjukrasa membentangkan spanduk dan keranda mayat. Di keranda mayat tersebut terdapat gambar Presiden SBY dan satu tulisan “Turunkan Harga BBM dan Matinya Rasa Keadilan di Indonesia”. Selain itu, mereka juga membawa beberapa spanduk dan poster yang bertuliskan “Tolak Kenaikan Harga BBM”.
Rendi memimpin demo yang mengakibatkan macetnya jalan-jalan di sekitar gedung DRPD. Firman kelompok dalam aksi demo bergantian dengan Rendi untuk berorasi menyerukan agar pemerintah membatalkan rencana kenaikan BBM.
            “Cukup sudah Negara kita ini ditindas oleh para oknum-oknum tak bertanggung jawab, kenapa tak bantai saja dulu pengkorup-pengkorup bangsa kita ini agar Devisa Negara kita bisa digunakan untuk hal-hal yang tak membebankan rakyat, dengan begitu tak perlu adanya kenaikan BBM” seru Firman menggunakan pengeras suara yang langsung disambut dengan teriakan para pengunjuk rasa lainnya. Firman melirik kepada Rendi. Dia seakan memberi isyarat bahwa Rendi dan dirinya sedang diawasi oleh seseorang dari sekerumpulan orang-orang berseragam yang berdiri berbaris menghadang para pengunjuk rasa. Rendi menoleh pada titik yang diisyaratkan oleh Firman, dia mendapati sorang petugas kepolisian sedang menatap tajam kearahnya.
            Asap dari ban bekas yang di bakar semakin membuat keadaan semakin rusuh, jalan-jalan tak bisa lagi dikendalikan oleh para aparat yang bertugas untuk menjaga keamanan. Aksi dorong-mendorong antara polisi dengan pengunjukrasa tak terhindarkan lagi. Bahkan, polisi nekad mengamankan salah seorang pengunjukrasa yang berteriak-teriak menghina Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
            Awalnya demo berjalan tertib dan damai. Mahasiswa berorasi menolak rencana kenaikan harga BBM. Ketegangan mulai terjadi ketika mahasiswa berusaha memblokade jalan. Akibatnya aksi saling dorong terjadi antara mahasiswa dan polisi yang berusaha membubarkan aksi.
“Bubar! Bubar!” teriak para polisi. Peringatan itu tidak digubris, pengunjuk rasa semakin brutal dan tak terkendalikan.
Keadaan semakin memanas ketika mobil dinas Bupati yang sedang melintas langsung diberhentikan oleh kelompok mahasiswa pendemo. Mereka menggedor-gedor kaca mobil, membuat sopir yang mengumudi mobil tersebut ketakutan dengan sikap brutal para pendemo. Aparat berebut dengan para mahasiswa untuk melindungi mobil dinas Bupat. Terjadi kericuhan disana, aparat dengan terpaksa mengamankan salah satu pendomo yang dianggap paling anarkis.
“Mundur! Mundur!” terikan para aparat yang ditujukan kepada para pendemo.
“Kami tidak akan mundur sebelum pemerintah memberikan keputusan untuk membatalkan kenaikan BBM” Rendi bersitegas dengan tangan kiri memegang pengeras suara sedankan tangan kanananya menunjuk ke atas dengan jemari mengepal marah.
“setuju! Setuju!” teriakan para pendomo membahana.
“Pemerintah akan mempertimbangkan suara kalian dengan memberikan keputusan terbaik untuk Negara kita” ucap pemimpin aparat.
“Keputusan terbaik? Hah keputusan terbaik apa?memaksa kami para rakyat untuk menyetujui keputusan pemerintah? Tidak! Kami tidak akan tinggal diam!sudah cukup kami merasa tertindas dengan kepemerintahan Indonesia yang membiarkan pejabat-pejabat Negara yang berkorupsi menikmati hasil korupsi mereka berjalan-jalan keliling dunia. Itukah yang diharapkan rakyat Indonesia?” Firman berteriak.
“Sudah cukup membualnya anak muda?” pemimpin aparat mendekati Firman. Firman beringas menatap tajam ke arah pemimpin aparat yang mendekatinya.
“Pulang sana! Kewajiban mahasiswa adalah belajar, sebagai penerus bangsa harusnya kalian tahu bagaimana bersikap sebagai seorang yang berintelek, bukan malah bertindak anarkis seperti orang yang tak berpendidikan seperti ini”
“Ya! Kami adalah penerus bangsa yang menginginkan bangsa kami hidup dengan mengakkan keadilan, bukan yang menyemunyikan keadilan” Rendi menatap  pemimpin aparat, mata mereka beradu dalam jarak yang begitu dekat.
“Kalau kalian masih bersikeras untuk tidak bubar maka kami akan mengambil tindakan peringatan yang lebih keras” Teguh Pramodeya Soethama Kapolres yang yang memimpin aparat memberikan pernytaan tegas.
“Dan kami para pengunjuk rasa tidak akan mengehentikan demonstarsi ini sebelum mendapatkan apa yang kami mau”  Rendi juga mempertegas pernyataannya.
“Betul! Turunkan harga BBM!” teriakan para pendemo semakin keras, seoalah semangat mereka tak terkuras sedikitpun untuk mempertegakkan keinginan mereka.
Aparat mengambil posisi begitu pula dengan para pendemao. Mobil dinas Bupati yang sedari tadi sudah dikerubuti oleh beberapa pendemopun juga ikut menjadi sasaran, sang sopir yang ketakutan menginjak gas secara mendadak sehingga mobil tiba-tiba saja melaju kencang. Yoyo salah seorang pendemo yang menghadang mobil tersebut jatuh tak sadarkan diri karena terserempet mobil. Mengetahui insiden tersebut Rendi, Firman dan teman-temannya yang lain semakin brutal dan anarkis. Yoyo langsung dilarikan ke RS dr. Soebandi Jember.
“Door!!” polisi memberikan tembakan peringatan.
 Keadaan semakin kacau dan terjadi kegaduhan dimana-mana, aparat dan para pengunjuk rasa berbaur menjadi satu. Polisi terus menerus memberikan tembakan peringatan.
“Semua tenang!” teriak Kapolres Teguh, tapi teriakan itu tidak digubris,yang ada malah membuat para pengunjuk rasa semakin anarkis.
Polisi  melakukan negosiasi dengan koordinator demo yang dipimpin oleh Rendi. Polisi meminta agar pengunjukrasa mundur dari area tiang DPRD Jember. Namun, permintaan itu ditolak pengunjukrasa. Bahkan, polisi diminta untuk keluar dari area tersebut. Karena menolak mundur, polisi terpaksa membubarkan demo dengan mengamankan beberapa pengunjukrasa yang anarkis itu.
Dalam kegaduhan itu tanpa disengaja disaat Kapolres Teguh memberikan tembakan peringatan, pelurunya mengenai kaki Rendi hingga dia jatuh tersungkur. Kapolres teguh menyadari kejadian itu langsung mendekati Rendi dan segera memberikan pertolongan. Rendi di lariak ke RS dr. Soebandi Jember menyusul temannya Yoyo yang sudah dilarikan terlebih dahulu. Melihat kejadian tersebut para pengunjuk rasa akhirnya sepakat untuk mundur dari pada melihat lebih banyak lagi korban yang akan terkena kemarahan aparat. Akhirnya, dalam waktu singkat demo yang dilakukan mahasiswa untuk menolak kenaikan harga BBM bisa dibubarkan. Seluruh pengunjukrasa berhasil dibubarkan dari depan gedung DPRD Jembar. Meski begitu, mahasiswa  tetap nekad demo di sepanjang jalan dekat area DPRD Jember.
Rendi tak sadarkan diri ketika sudah sampai di RS dr. Soebandi, petugas RS langsung memberikan pertolongan. Rendi dilarikan ke ruangan UGD, peluru yang mengenai kakinya segera dikeluarkan agar tidak terjadi inveksi. Kemudian setelah penanganan terhadap kaki Rendi yang terkena peluru Rendi dipindahkan dikamar perawatan. Disana dia ditemani oleh beberapa teman-teman mahasiswanya yang tadi juga ikut dalam aksi demo.
“Bagaimana yang lain?” tanya Rendi pada Firman.
“Yang lain sudah suruh aku pulang, tapi aparat masih tetap berjaga-jaga disana mereka takut kita akan melakukan aksi demo susulan” Firman menjawab.
“Hah aksi demo susulan! Belum puaskah polisi itu menembaki teman-teman kita? Toh juga percuma, pemerintah tidak akan mendengar asumsi rakyat kecil seperti kita apalagi kita cuma mahasiswa” Rendi berkata dengan nada acuh.
“Sudahah sebaiknya kau istirahat dulu, baru kita pikirkan langkah selanjutnya. Untung saja kau cuma tertembak bagian bagaimana kalau.........” belum selesai Firman menyelesaikan kalimatnya Rendi memotongnya.
“Apa? Kau mau bilang apa? Untung aku tak tertembak bagian dada seperti yang dialami oleh Pak’eku? Untung aku tak mati seperti yang dialami pak’eku dua tahun lalu?” Rendi menatap Firman tajam. Dia seolah tak mau lagi membuka kenangan-kenangan pahit yang telah ia coba kubur dalam-dalam dan tak mau mengingatnya lagi, tapi mendengar perkataan Firman tanpa sengaja memori pahit itu langsung terlintas dibenaknya.
“Bukan itu yang aku maksud Ren, kau slah paham” Firman mencoba menjelaskan.
“Polisi-polisi itu, seharusnya tak boleh menyakiti orang-orang seperti kita, tak boleh dibiarkan bebas berkeliaran, mereka lebih berbahaya dari apa yang kita bayangkan” Rendi berkata dengan nada penuh amarah.
“Sudahlah Ren, toh polisi itu sudah ditangkap dan dipenjarakan. Janganlah kau ingat-ingat lagi kejadian itu” Firman mencoba menenangkan sedangkan beberapa teman mahasiswa yang lain hanya menatap Rendi dan Firman bergantian. Mereka takut untuk terlibat dalam pembicaraan Rendi dan Firman, apalagi mereka tahu Rendi tidak akan melupakan kejadian yang menawaskan ayah tercinta dan satu-satunya orang tua yang dia miliki.
“Oh ya? Membayar nyawa dengan penjara? Apa itu setimpal?” Rendi acuh. Semua terdiam termasuk Firman. Dia tahu semakin dia mencoba menenangkan Rendi akan terus membantah.
“Ya sudahlah, sebaiknya kau istirahat dulu, kita akan menungguimu diluar kalau butuh apa-apa kau tinggal panggil saja. Aku akan menjenguk Yoyo” Firman memberi isyarat pada teman-temannya untuk keluar agar Rendi bisa beristirahat dengan tenang tanpa ada yang mengganggunya.
Rendi terbaring dengan kaki dibalut oleh kain-kain yang ia sendiri tak tau apa namanya. Otaknya memkasa untuk mengingat memori terpahit yang tak ingin diingatnya lagi. Kejadian dua tahun lalu yang merenggut nyawa Ayah orang tua semata wayangnya.
Tak peduli rintik-rintik hujan yang mulai turun membasahi para pengunjuk rasa di depan kantor Bupati Jember. Hari itu di depan kantor Bupati ratusan pengunjuk rasa berdemo agar Bpati Djalal turun dari jabatannya dikarenakan karena Bupati Djalal terlibat korupsi.  Ayah Rendi yang dikenal dengan panggilan Pak Opong tukang penjual kopi di alun-alun sedang bekerja menjual kopi seperti hari-hari biasanya, tetapi hari itu ada demo tentu saja kondisi seperti itu dimanfaatkan oleh Pak Opong untuk menjual kopi-kopinya kepada para pendemo. Saat sedang melayani salah satu pengunjuk yang membeli kopinya tiba-tiba kericuhan terjadi, pasalnya beberapa massa mencoba membobol pertahanan kantor Bupati yang dijaga ketat oleh pasukan TNI dan anggota kepolisian. Massa yang mencoba naik ke melewati pagar kantor Bupati teraksa diberi tembakan peringatan tapi diacuhkan. Terjadilah aksi saling dorong antara aparat dan pengunjuk rasa, semakin banyak massa yang mencoba naik ke atas pagar supaya bisa masuk ke kantor untuk menemui Bupati.
Dalam kericuhan itu Pak Opong yang sudah tua mencoba untuk menghindar tapi tubuhnya bertabrakan dengan massa lain yang juga ingi kabur. Keadaan semakin kacau dan tak terkendalikan lagi, tembakan peringatan berkali-kali ditembakkan tapi massa semakin brutal dan anrkis. Seorang polisi yang berniat untuk menembak kaki seorang pendemo yang mencoba mendobrak pagar yang hampir roboh, tapi naas peluru itu terkena Pak Opong yang mencoba bangkit dari jatuhnya karena ditabrak oleh pendemo yang berlari kalang kabut. Pak Opong langsung dilarikan ke RS dr. Soebandi tapi sayang nyawanya tak tertolong lagi. Sebelum meninggal Pak Opong sempat berpesan kepada Rendi agar dirinya jangan tidak bertindak anarkis dalam melakukan demo supaya kejadian seperti itu tidak terulang kepada dirinya.
Kenangan yang tak mau diingatnya dan ayahnya pun tak ingin kejadian itu terulang pada Rendi. Air mata mulai menetes mengingat pesan yang harusnya tak ia abaikan. Penyesalan karena telah bertindak anarkis mulai menghantui dirinya, amanat yang harusnya ia selalu ingat membuat dirinya sekarang terbaring di kamar RS dengan kaki yang terluka karena peluru. Kembali Rendi mengingat kejadi beberapa jam yang lalu sebelum peluru mengenai kakinya. Demonstrasi yang dia lakukan bersama bersama-temannya di depan gedung DPRD Jember menolak kenaikan BBM april mendatang ternyata telah banyak menimbulkan kerugian, baik kerugian dari pihak pengunjuk rasa juga pihak dari orang lain yang tidak ikut demo. Rendi mulai menyadari karena ulah dia dan teman-temannya telah mengundang kerugian banyak pihak, mulai dari macetnya jalan-jalan di sekitar gedung DPRD Jember, teman-temannya juga bnyak yang diamankan karena bertindak brutal dan anarkis, Yoyo teman sebayanya juga harus masuk Rumah Sakit karena terserempet mobil dinas, dan dirinya yang terkena tembakan tidak sengaja yang dilakukan oleh Kapolres Teguh Pramodeya Soethama.
Selepas keluar dari Rumas Sakit Rendi mulai menata kembali hidupnya, melakukan aktivitas-aktivitas seperti biasanya, kuliah, berorganisasi dan tentu saja sambil bekerja menjadi penjual kopi. Pekerjaan yang sebenarnya ayah Rendi tak pernah ingin mewarisinya pada Rendi, tapi Rendi sendiri yang menginginkan meneruskan pekerjaan itu tentu sja dengan bantuan teman-temannya. Walaupun kenyataanya dia tak perlu melakukan pekerjaan itu karena sudah mendapat beasiswa pendidikan dan biaya untuk menghidupinya sehari-hari serta sekret tempat tinggal yang sebenarnya adalah tempat organisasi yang ia kelolah bersama teman-temannya dan  meski harus berjalan pincang dan menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan, tapi dia tetap mensyukuri karena masih diberi kesempatan untuk berbuat kebaikan dan tentunya tidak akan melakukan demo lagi. Dia hanya yakin pemerintahpun sebenarnya juga menginginkan yang terbaik untuk kelangsungan dan kemajuan Bangsa indonesia, mungkin cara yang diberikan pemerintah kepada rakyat kadang tidak bisa disepakati oleh rakyat Indonesia sendiri, tetapi rakyat dan pemerintah Indonesia pasti memiliki tujuan yang sama untuk terus memperbaiki Indonesia.


#Cerpen
#OneDayOnePost
#FebruariMembara
#Day4